Oleh: peburungamatir | Agustus 21, 2011

BirdingASIA #15, Juni 2011

Cover BirdingASIA #15

Setelah 1,5 bulan menunggu, akhirnya BirdingASIA terbaru datang juga ke Kutilang. Ya, kehadiran tiap edisi dari majalah semi-ilmiah terbitan Oriental Bird Club ini memang selalu saya tunggu-tunggu. Selalu saja ada informasi baru, dengan foto-foto burung yang outstanding quality pula, mengenai perkembangan dunia perburungan kawasan Oriental.

Seperti biasa, artikel-artikel dari bumi Nusantara menjadi yang terbanyak. Dari 29 artikel, mencakup yang termuat dalam Letters to Editors dan Photospot, ada 8 artikel yang menginformasikan temuan-temuan asal Indonesia. Sebut misalnya, catatan pertama perkembangbiakan mandar gendang Habroptila wallacii, endemik Halmahera, Maluku yang berstatus Vulnerable. Catatan tersebut berasal dari temuan pasangan suami istri, Pak dan Bu Roji, di kawasan TN Aketajawa Lolobata pada 17 November 2010. Pada saat ditemukan, burung yang bersuara mirip gendang itu telah memiliki dua anakan yang berwarna hitam, tipikal keluarga mandar.

Catatan berjudul First breeding record of the Drummer Rail Habroptila wallacii itu jadi satu-satunya artikel utama yang ditulis oleh orang Indonesia, yakni Hanom Bashari (staf Burung Indonesia) dengan penulis kedua Bas van Balen. Artikel-artikel lain ditulis oleh para peneliti, tour guide dan pengamat burung bule.

Satu artikel yang saya dan rekan saya, Dwi Aji Sujatmiko (Jarot), buat, dimasukkan dalam Letters to Editors (ulasannya akan saya sampaikan terpisah). Mungkin editor menganggap isi dari artikel mengenai catatan penyerangan pasangan elang tikus yang tengah bersarang terhadap alapalap kawah itu kurang berbobot. Namun editor tetaplah memiliki pertimbangan atas nilai informasi penting dari tiap artikel yang masuk. Jadilah artikel kami itu dimuat bersama dua catatan lain, yakni mengenai jenis pakan baza jedon di Singapura dan koreksi atas distribusi dua subspesies burungmadu sriganti di Sulawesi Tenggara.

Artikel asal Indonesia lain yang cukup menarik adalah mengenai kehicap boano Monarcha boanensis. Endemik Pulau Boano, barat laut Seram, itu ternyata masih dapat dijumpai di pulau kecil seluas 149 km2 tersebut. Menurut catatan, keberadaan burung berstatus Critically Endangered itu pernah sempat tidak tercatat selama 73 tahun semenjak ekspedisi asal Belanda mengoleksinya untuk pertama kali pada 13 Mei 1918. Baru pada ekspedisi ketiga pada tahun 1991, C.W. Moeliker dan C. J. Heij menemukan kembali burung berwarna hitam dan putih itu. Pada artikel ini, James Eaton, guide Birdtour Asia asal Inggris, bersama Mikael Bauer, mengunjungi pulau tersebut dan menemukan setidaknya 12 individu. Mereka pun berhasil mendokumentasikan foto dan merekam suaranya.

Berikut seluruh artikel asal Indonesia yang termuat dalam BirdingASIA edisi 15 ini:

Aggressive nest defence by Black-winged Kites Elanus caeruleus in Muara Gembong Nature Reserve, West Java, Indonesia oleh Imam Taufiqurrahman dan Dwi Aji Sujatmiko

Olive-backed Sunbird Cinnyris jugularis in south-east Sulawesi oleh David Kelly dan Nicola Marples

First breeding record of the Drummer Rail Habroptila wallacii oleh Hanom Bashari dan Bas van Balen

Black-chinned Monarch Monarcha boanensis still suvives on its tiny island home oleh James Eaton

Notes on the behaviour and diet of Ellegant Pitta Pitta elegans maria oleh Chris Gooddie

A wintering Chinese Crested Tern Sterna bernsteini in eastern Indonesia oleh Craig Robson

Bird observations in the south Moluccas, Indonesia, in 2009 with new migration, breeding and altitudinal records oleh Peter S. Lansley, Chris Lester and Stuart Dashper

Silvery Pigeon Columba argentina on Simeuluë and the Batu Islands, Sumatra, Indonesia oleh James Eaton dan Jonathan Rossouw


Tinggalkan komentar

Kategori