Oleh: peburungamatir | Februari 28, 2014

Ke Papua lah Saya

Tulisan ini sudah setahun lebih tak tersentuh dan hanya tersimpan dalam draf sepanjang waktu itu… Dulu saat pertama saya tulis, ini hanya jadi semacam ‘secuil laporan’ dari Pertemuan Pengamat Burung Indonesia di Yogyakarta 2012… Tapi, karena baru saat ini diposting, tulisan ini jadi sebuah kilas balik. Menjadi bunga-bunga perjalanan dari salah satu mimpi saya: mengunjungi satu kawasan di ujung timur Indonesia… Sekarang, tulisan ini menemukan alasan yang tepat… Ah, Papua…

***

UIN Sunan Kalijaga—9 Juni 2012

Air mata saya mengambang. Betapa pemaparan Valentina Shita Prativi mengenai burung-burung Papua yang jadi kecintaannya begitu menyentuh. Kalau saja yang di sebelah saya bukan teman-teman sendiri, tentu saya sudah menangis sesenggukan.

Ya, sebut saya melankolis, tapi presentasi Bu Shita dalam sarasehan Pengamat Burung Indonesia (PPBI) di Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga itu benar-benar mengaduk-aduk hati. Saya yakin banyak juga peserta sarasehan yang merasakan hal sama.

Narasi wakil dari Papua Bird Club itu begitu kuat. Foto-foto burung cendrawasih dan pemandangan yang tersaji dalam slide presentasinya begitu indah. Bahkan, ia tanpa canggung memeragakan tarian kawin dari berbagai jenis cendrawasih yang begitu unik macam parotia arfak  Parotia sefilata atau jenis yang lain.

“Dulu Western Parotia (nama Inggris dari parotia arfak.it) jadi favorit saya, tapi sekarang nggak lagi. Dia playboy,” jelasnya sambil terengah-engah sehabis menirukan gerakan burung tersebut. Saya tersenyum melihatnya.

Sayang, saya lupa nama burung cendrawasih favoritnya saat ini. Namun, menurutnya, burung tersebut sangat romantis. “Di akhir tarian, jantan akan memeluk si betina dengan sayapnya dan mereka akan menari bersama,” demikian menurutnya.

Ah, betapapun presentasinya itu sungguh memukau, saya harus menahan-nahan agar air mata ini tidak jatuh. Semua yang disampaikan Bu Shita, cerita serta foto-foto burung dan lansekap Papua yang tersaji indah itu, hanya semakin menambah berat kerinduan untuk bisa segera menyentuh daratan dari pulau terbesar kedua setelah Greenland itu. Betapa saya ingin mengagumi setiap jengkal pemandangan yang tersuguh, larut dalam denyut kehidupan masyarakat, mengagumi setiap jengkal keindahan alam Papua seisinya dan larut dalam kebahagiaan karena saya telah memeluk mimpi saya.

Ya, sebagaimana Bu Shita, betapa kelak saya ingin juga berbagi cerita mengenai Papua–dari pengalaman yang saya rasakan sendiri. Tidak cuma dari ‘katanya’, tidak hanya dari orang lain yang bercerita.

Karena sebagaimana mimpi bagi banyak pengamat burung, ya, ke Papua juga jadi mimpi saya. Dan kini, setelah bertahun menumpuk rindu ini, ke Papua lah saya…


Tanggapan

  1. hik hik hik48…berikutnya ke papua lah saya juga

  2. ah biasa saja. saya sedikitpun tidak kagum seorang ImamT akhirnya bisa menyetubuhi Papua. wajar. Dia pantas mendapatkannya… bahkan seharusnya lebih dari itu. seperti dedikasinya. kalau perlu Papua sampai hamil dan melahirkan anak. anak-anak nuraninya…

    • Hahaha… Kalau begitu, Papua kini tengah hamil muda 😀

  3. selamat kang. smoga cepet nyusul 🙂

  4. njenengan ki kang…
    luar biasa….


Tinggalkan komentar

Kategori